Label

Rabu, 30 Juni 2010

LiLin Kehidupan

Dalam keheningan dan kesunyian malam...
Disebuah rumah, yang gelap gulita..
Hanya diterangi oleh 4 buah lilin - lilin kecil...

Suatu ketika, angin bertiup sepoi-sepoi....
Berkatalah lilin yang Pertama..
Aku adalah lilin IMAN..
Banyak sudah orang di dunia ini yang tidak lagi mempedulikan aku..
Mereka bertidak atas kemauannya sendiri yang didasari oleh hawa nafsu..
Lalu untuk apa lagi aku ada didunia ini...
Akhirnya lilin pertama pun padam..

Tidak berapa lama, lilin kedua pun berkata..
Aku adalah lilin CINTA...
Banyak sudah orang didunia ini yang telah melupakan aku...
Mereka hidup saling membenci satu sama lain...
Sudah tidak ada lagi cinta didunia ini...
Seorang ibupun sudah tega membunuh anak kandungnya sendiri..
Untuk apa lagi aku ada di dunia ini..
Akhirnya lilin cintapun ikut padam..

Selang beberapa waktu lilin ketigapun berkata...
Aku adalah lilin KEDAMAIAN..
Banyak sudah orang didunia ini yang meninggalkan diriku..
Perperangan terjadi dimana mana,tetangga dengan tetangga berkelahi, teman dengan teman bertengkar, negara dengan negara lain bertempur...
Sudah tidak ada lagi kedamaian di dunia ini..
Untuk apalagi juga aku ada..
Akhirnya lilin kedamaianpun ikut padam...

Lalu seketika itu, ada anak kecil yang berteriak dan berlari menghampiri ke empat lilin tersebut...
Anak itupun lalu berkata..
Kenapa... Kenapa kalian padam...
Aku takut... aku takut...
Lalu anak kecil itu menangis sejadi-jadinya....

Lalu lilin ke empat pun berkata...
Tenanglah wahai anak kecil...
Aku adalah lilin HARAPAN...
Selama manusia masih hidup dan memiliki harapan, maka selama itu pula aku akan selalu menemani kalian...
Mari kita bersama-sama menyalakan kembali lilin IMAN, CINTA, dan KEDAMAIAN...
Akhirnya, anak kecil itupun mengambil lilin Harapan dan menyalakan ketiga lilin yang padam tersebut...

Selalu lah untuk memiliki HARAPAN dalam kehidupan ini...
Jangan pernah menyerah dan putus asa terhadap masalah yang kita alami didunia ini...
Yakinlah,, Selama kita masih memiliki harapan dan selalu berusaha untuk menggapai harapan tersebut, maka tidak ada sesuatu yang tidak mungkin didunia ini...

Nyalakanlah lilin HARAPAN seterang-terangnya di dalam kehidupan kita...
Agar apabila suatu saat ketika ketiga lilin yang lain telah padam, maka lilin harapanlah yang akan menyalakannya kembali...

Rabu, 16 Juni 2010

Nilai Cinta Yang Tulus

Nilai Cinta yang Tulus itu
Takkan kering di musim panas..
Takkan beku di musim dingin..
Takkan luntur di musim hujan..
Namun Cinta akan tetap mekar walaupun bukan di musim Bunga...

Cintailah pasanganmu...
Ibarat rela habis demi TERANG..
Jangan ibarat Kumbang...
Yang habis manis Manis Sepah di Buang...


Bukan Laut namanya...
Jika airnya tak berombak...

Bukan Cinta namanya...
Jika perasaan tak pernah Terluka...

Bukan Kekasih namanya...
Jika hati tak pernah merindu dan cemburu...

Mariposa Kehidupan

Banyak sekali ku lihat di dunia ini sesuatu yang tak pernah kubayangkan...
Terlalu banyak sudah orang yang hidup dalam kemunafikan...
Terlalu banyak orang yang mencintai akan kepalsuan..
Terlalu banyak orang hidup dengan bergelimpang keserakahan...
Akankah semuax berakhir seperti ini...

Ku sangat merindukan kehidupan yang Damai..
Ku sangat menginginkan hidup yang Bahagia..
Ku ingin mendapat hidup yang lebih bermakna di dalam kehidupan ini....

Tengoklah bayi yang baru lahir...
Ketika ia lahir ke dunia dengan tangisan yang sangat keras...
Orang yang melihatnya malah tertawa lepas....

Ku ingin ketika ku kembali menghadap-NYA..
Ku tersenyum gembiran...
Dan mereka semua menangis....

Walaupun ku hidup penuh dengan cacian, olokan, bahkan hinaan..
Namun pada akhirnya ku akan dipuja, dipuji dan disanjung oleh semua orang...

Itulah kehidupan yang mengalami metamorforsis, Oasis di pandang Pasir...

Kejujuran Diri

Banyak orang yang sudah tidak hidup dengan kejujuran..
Walaupun iya tau tentang kejujuran itu..

Orang tidak pernah lagi menggunakan kejujuran...
Malah mereka semakin pandai di Dalam berbohong...

Kejujuran tidak akan pernah hilang....
Walaupun orang semakin banyak yang melupakan kejujuran....

Ingat, kejujuran merupakan pondasi penting didalam kehidupan...
Pabila kita telah kehilangan kejujuran dalam kehidupan kita, maka kita telah kehilangan kepercayaan dari orang lain...

So, jujurlah dalam kehidupan ini...
Walaupun terkadang kejujuran emang sangat menyakitkan...
Namun jauh lebih menyakitkan apabila kebohongan itu diketahui dari orang lain...

Senin, 07 Juni 2010

Belajar Mencintai Seseorang Yg Tdk Sempurna Dgn Cara Yg Sempurna

Belajar Mencintai Seseorang Yg Tdk Sempurna Dgn Cara Yg Sempurna


Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adalah kesempatan.
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan.
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan dari film yang Mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil" Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang Yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak... Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna

Sabtu, 05 Juni 2010

PROBLEMATIKA BIMBINGAN DAN KONSELING

PROBLEMATIKA BIMBINGAN DAN KONSELING


PENDAHULUAN
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Dan sudah menjadi keniscayaan apabila dijumpai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyak hal. Akan tetapi dalam hal ini hanya akan dibahas problematika atau permasalahan yang menyangkut: kelembagaan/bimbingan dan konseling itu sendiri, peserta didik (konseli/lee) dan konselor.
KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan. 2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah 3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat 4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental 5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien- kliean tertentu saja. 6. Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal” 7. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri 8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
9. Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja 10. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakuka oleh siapa saja 11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater 12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat 13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien 14. Memusatkan usaha bimbibingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya) 15. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah- masalah yang ringan saja
B. MASALAH SISWA di SEKOLAH dan MADRASAH 1. Perkembangan individu 2. Perbedaan individu, dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, cirri-ciri jasmaniyah dan latar belakang lingkungan. 3. Kebutuhan individu, dalam hal: memperoleh kasih sayang, harga diri, penghargaan yang sama, prestasi dan posisi, ingin dikenal, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan, dan unruk memperoleh kemerdekaan diri. 4. Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku 5. Masalah belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu, termasuk siswa, sebagai berikut: 1. Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya 2. Masalah individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri 3. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga 4. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja 5. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial
C. PETUGAS BIMBINGAN dan KONSELING di SEKOLAH dan MADRASAH
Profesional

Beberapa kelebihan dalam tipe ini adalah:
a. Petugas BK dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya dalam pelayanannya. Dan secara umum ini lebih efektif dan efisien.
b. Peserta didik yang mempunyai masalah-masalah tertentu bisa lebih mudah untuk terbuka kepada petugas BK, karena tidak terkait dengan proses penilaian akademik.
Adapun diantara kelemahannya adalah:
a. Petugas bisa mengalami kesulitan untuk mengetahui secara detail masalah yang dialami peserta didik.
b. Terkadang petugas mengalami komunikasi yang kaku dengan klien karena frekuensi pertemuan dan komunikasi yang kurang intensif sebagaimana teacher counselor.
2. Non Profesional a. Guru wali kelas yang juga diserahi tugas dan tanggung jawab Sebagai petugas atau guru BK. Maka di sini dia mempunya tugas rangkap. Adapun alasan yang digunakan untuk mengangkatnya sebagai petugas BK adalah karena wali kelas dianggap dekat dengan siswanya sehingga wali kelas dapat dengan mudah mengetahui berbagai persoalan siswanya. b. Guru pembimbing, yaitu seorang guru yang selain memegang mata pelajaran tertentu, terlibat juga dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yang disebut juga part time teacher and part time counselor. Guru BK yang seperti ini juga memiliki tugas rangkap. Guru mata pelajaran yang diserahi tugas dan tanggung jawab sebagai guru BK misalnya guru agama, guru PPKN, dan guru-guru lain terutama yang tidak memiliki jam pelajaran. c. Guru mata pelajaran tertentu yang diserahi tugas khusus menjadi petugas BK. Petugas BK ini tidak merangkap tugas. Tugas dan tanggung jawab pokoknya adalah memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa. d. Kepala sekolah/madrasah yang bertanggung jawab atas sekurang-kurangnya 40 orang siswa. Pertimbangan penetapan tenaga bimbingan pola ini di sekolah dan madrasah adalah kepala sekolah/madrasah berasal dari jabatan fungsional (guru), sedangkan jabatan kepala sekolah/madrasah adalah structural. Agar fungsinya sebagai pejabat fungsional tidak tanggal, maka kepala sekolah/madrasah biasanya diserahi tugas dan tanggung jawab membimbing 40 siswa.
D. KONSELOR DAN PERMASALAHANNYA
Seorang konselor sekolah hendaklah profesional dalam menjalankan tugas. Pelayanan BK di sekolah lebih menekankan pada cinta kasih. Dengan cinta kasih seorang konselor akan lebih empatik kepada siswanya. Relasi yang baik, hangat dan penuh penerimaan antara siswa dengan konselor sekolah akan memudahkan siswa untuk lebih memahami diri dan kondisi lingkungan dirinya dan lebih mudah mengambil keputusan dalam hidupnya demi kebaikan dirinya sendiri. Para siswa harus ditangani oleh konselor yang sungguh profesional dalam bidangnya karena di dalam konseling memiliki asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kenormatifan, dll. Konselor sekolah hendaknya mentaati aturan-aturan dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang terdapat dalam kode etik keprofesian sebagai seorang guru BK.
Konselor juga manusia. Ini berarti bahwa konselor juga bisa mengalami masalah yang dialami oleh orang lain. Masalah tersebut bisa berupa masalah manusiawi, seperti jenuh, stress, bosan dll. Oleh karena itu, sebaiknya konselor tidak menangani masalah lebih dari tiga kasus dalam satu hari. Masalah lain yang biasanya dialami oleh konselor berkaitan dengan kompetensi diri menjadi seorang konselor. Ada beberapa hal yang harus dihindari oleh konselor, diantaranya adalah: 1. Bicara satu arah dari konselor/mendominasi konseling sibuk dengan penggalian masalah/peristiwa traumatis konselee 2. Tidak menunjukkan empati&kepedulian 3. Terkesan menasehati, menggurui, mengarahkan konselee. 4. Terkesan menyalahkan dan menyudutkan konselee 5. Menentukan jalan keluar pada permasalah konselee 6. Mengambil jarak dan memperlakukan konselee seperti pasienmenggunakan bahasa yang sulit dimengerti 7. Menampilkan sikap/gerak tubuh yang membuat konselee tidak nyaman, seperti cemberut, ngantuk, jaga jarak, acuh tak acuh dll. 8. Menganggap konselee sebagai individu yang tidak berdaya 9. Menciptakan ketergantungan konselee pada konselor, dll.
KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling, konselor dan konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan waktu kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar bimbingan dan konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka ke tiga unsure yang ada dalam konseling tersebut harus senantiasa ditinjau ulang, baik secara teori maupun praktik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika konselor dan konselee kebanyakan lahir dari ketidakpahaman yang mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga unsure konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah yang dihadapi peserta didik.
Ketiga unsure di atas bukanlah hal yang berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka, semuanya harus dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.

KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
I. PENDAHULUAN
Bimbingan dan koseling dapat diartikan dalam berbagai cara, ada pendapat yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling memiliki pengertian sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya (Shertzer dan Stone, 1981). Pengertian ini mengandung sejumlah pokok pikiran yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Proses, yaitu menunjuk pada gejala, bahwa sesuatu berubah-ubah secara berangsur-angsur dalam kurun waktu tertentu. Karenanya bimbingan konseling itu bukanlah suatu peristiwa yang terjadi sekali atau sesaat saja.melainkan mencakup sejumlah tahap yang secara berantai membawa kita kepada tujuan yang ingin dicapai.
Membantu, yaitu suatu kata yang memiliki arti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia, seperti yang dilakukan oleh seorang profesional dibidang psikiatri, psikologi dan konseling. C. Orang-perorangan, yaitu menunjuk pada individu- individu tertentu yang dibantu. Mengingat kenyataan bahwa bimbingandan konseling di Indonesia, seperti dibanyak negara yang lainnya, terutama diberikan kepada siswa-siswa di sekolah atau mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi, maka individu-individu yang dimaksud disini adalah siswa atau mahasiswa yang terdaftar disuatu institusi pendidikan. Mereka harus menhadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang biasanya timbul selama tahun- tahun perkembangan menuju kedewasaan. Tantangan dan kesulitan itu dapat mereka hayati sebagai masalah yang harus mereka atasi, agar tahap perkembangan selanjutnya dapat berjalan dengan lancar.
d. Memahami diri, berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan selama hidupnya. e. Lingkungan hidup, hal ini berarti mencakup segala-galanya yang menjadi ruang lingkup kehidupan, baik alam disekelilingnya maupun manusia-manusia lain yang berperanan dalam hidupnya. Ini semua harus ditangkap maknanyadan peranannya dalam kehidupan seseorang, baik itu yang menunjang perkembangan individu maupun yang mengahambat perkembangan itu.
Pelayanan bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia sampai saat ini masih terfokus pada generasi muda yang masih duduk dibangku pendidikan formal atau di sekolah. itupun nampaknya yang paling terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah dan perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling profesional yang telah mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling, bertugas dilembaga-lembaga pendidikan di atas jenjang pendidikan dasar. Diantara tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar terlibat didalam jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diwujudkan dalam suatu program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini lebih banyak dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga seakan-akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga profesional dijenjang pendidikan tinggi menempati urutan ke dua dan kegiatan bimbingan konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar menempati urutan ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus berarti bahwa, urutan prioritas yang terdapat dilapangan, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dapat diubah menjadi urutan prioritas yang berbeda.
Tetapi apakah untuk masa yang akan datang urutan prioritas itu harus atau tetap dapat dipertahankan? ada beberapa alasan yang dapat dikemukan untuk hal ini, diantaranya ; siswa di sekolah menengah telah menjadi peserta didik yang lebih berperanan sendiri dalam menentukan masa depan, dengan memilih program studi tertentu di sekolah sebagai jalur yang menuju keprogram studi yang selaras di perguruan tinggi. Siswa di sekolah menengah telah lebih mengerti terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan negara di zaman modern ini. dan lebih siap untuk berpartisipasi sbegai manusia pembangunan dalam pengembangan bangsanya, dibanding dengan siswa yang masih duduk dibangku sekolah dasar; siswa di sekolah menengah mulai sadar akan dirinya sendiri dan mulai mengalami banyak tantangan yang menyangkut dirinya sendiri. Siswa-siswa yang berada ditingkat atau jenjang pendidikan menengah terentang diantara remaja yang berusia kurang lebih 13 tahun sampai dengan usia 19 tahun. Pada batas usia begitu biasanya anak digolongkan dalam masa remaja; dengan demikian para ahli psikologi dan pendidikan mempunyai alasan yang wajar kalau menekankan bahwa penyelesaian masalah-masalah yang lazimnya timbul pada masa remaja mempunyai dampak besar terhadap kebahagiaan pada masa usia dewasa. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling disekolah terhadap kaum remaja yang masih bersekolah dapat menciptakan kesempatan yang luas untuk mendampingi mereka dalam perkembangannya, agar perkembangan itu dapat berlangsung secara optimal.
Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap mahasiswa yang sudah duduk dibangku kuliah pada suatu perguruan tinggi, atas dasar kenyataan yang nampak dilapangan, sampai saat ini masih tetap menempati urutan kedua, meskipun ditahun-tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang cukup berarti. Oleh karena itu investasi dana dan tenaga ditahun-tahun kedepan masih akan terpusat pada pelayanan bimbingan dan konseling dijenjang pendidikan menengah, tetapi hal itu tidak mengindikasikan bahwa pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi harus dibiarkan berjalan apa adanya atau menurut situasi dan kondisi saja.
Masa pendidikan dijenjang perguruan tinggi merupakan lanjutan dari masa pendidikan dijenjang pendidikan menengah, dan hasil-hasil yang diperoleh selama beberapa tahun disekolah menengah harus dibulatkan melalui pendidikan diperguruan tinggi, meskipun tidak semua lulusan sekolah menengah akan melanjutkan kejenjang perguruan tinggi. Bagi mereka yang sampai di perguruan tinggi tetap membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, hal ini disebabkan bahwa tantangan dan hambatan ataupun kesulitan yang mereka alami selama bertahun-tahun di perguruan tinggi banyak atau tidak sedikit. Selain itu dari kalangan mahasiswa inilah nanti diharapkan harus lahir atau datang pemimpin-pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan untuk memimpin usaha-usaha pembangunan negara ini dimasa yang akan datang. Kegagalan studi dan dan hambatan yang serius dalam perkembangan kepribadian mahasiswa akan membawa dampak negatif, baik bagi mahasiswa itu sendiri, maupun bagi bangsa dan negara.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan di atas, maka dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang berada di sekolah menengah maupun mahasiswa yang sedang menimba bebagai macam ilmu di perguruan tinggi perlu kira mendapatkan perhatian yang memadai. dengan berlandaskan pada proses pelaksanaan kegiatan dan definisi ataupun pengertian bimbingan dan konseling yang telah di uraikan di atas, dapat di identifikasi 4 (empat) masalah yang mempunyai relevansi terkait dengan ruang lingkup kehidupan siswa dan mahasiswa saat ini, yaitu; (1). Dunia nasional maupun internasional serta ruang gerak kehidupan mereka, (2). Alam pikiran dan perasaan mereka pada saat ini; (3). Bidang pendidikan sekolah yang mmengisi sebagian besar dari waktu mereka setiap harinya dan (4). Kode etik profesi Bimbingan dan konseling, agar para pelaksana bimbingan dan konseling dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, serta bertanggung jawa atas segala tindakannya.
II. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Semua lembaga pendidikan sekolah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional bangsa dan usaha-usaha pembangunan nasional. Cita-cita nasional, seperti tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai cita-cita itu, dilaksanakanlah pembangunan nasional yang merupakan rangkaian program-program kegiatan di segala bidang yang berlangsung secara terus menerus. Hakekat pembangunan nasional itu ialah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan dibidang pendidikan jelaslah merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional itu. Dalam garis besar haluan negara tahun 1983 dan 1988, ditetapkan pula bahwa pendidikan nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusi pembangunan yang mampu membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Perumusan tujjuan pendidikan nasional ini bersifat umum dan mencakup semua jenjang serta jenis pendidikan sekolah. Setiap jenjang dan jenis sekolah memiliki tujuan institusional masing-masing, yang pada hakekatnya merupakan konkretisasi dari tujuan pendidikan nasional dan menargetkan perkembangan optimal dari anak didik. Untuk mencapai perkembangan optimal dari anak didik atau peserta didik, sesuai dengan tujuan institusional, lembaga pendidikan pada dasarnya membina tiga usaha pokok, yakni ; a. Pengelolaan administrasi sekolah. b. Pengembangan pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan melalui program kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler.
c. Pelayanan khusus kepada siswa dalam berbagai bidang yang membulatkan pendidikan siswa dan atau menunjang kesejahteraan siswa, seperti pengelolaan kegiatan ekstrakulikuler, pengadaan koperasi sekolah, pengadaan warung sekolah, pelayanan kesehatan, pelayanan perumahan, pengadaan perpustakaan sekolah, pelayanan kerohanian, pembinaan OSIS, dan pelayanan bimbingan. Bentuk-bentuk pelayanan khusus ini tercakup dalam istilah pembinaan siswa.
Pembinaan ketiga hal pokok diatas, hendaknya dilakukan dengan mengikuti kaedah fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah. Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah : a. Fungsi pemahaman, yaitu membantu peserta didik didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, individu diharapkan mampu mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan kontruktif. b. Fungsi preventif, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat- obat terlarang, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
c. Fungsi pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel sekolah lainnya bekerjasama merumuskan dan melaksakanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata. D. Fungsi (penyembuhan). Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri- ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerjasama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. f. Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidkian khusunya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (peserta didik). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai individu. Pembimbing atau konselor dapat membantu guru/dosen dalam memperlakukan individu secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi perkuliahan, memilih metode dan proses perkuliahan, maupun mengadaptasikan bahan perkuliahan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan individu. g. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membatu individu (peserta didik) agar dapat menyesuiakan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
III. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
Adapun prinsip-prinsip bimbingan dan konseling itu terdiri dari beberapa prindip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bimbingan dan konseling, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut :
1. Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu (guidance is for allindividuals). Prinsip ini berarti bahwa bimbingan dan konseling diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja maun orang dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif), dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan dan konseling individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah individu, meskipunlayanan bimbingan konselingnya menggunakan teknik kelompok. 3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada individu yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan dan konseling, karena bimbingan dan konseling dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan dan konseling sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksessan, karena bimbingan dan konseling merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan merupakan usaha bersama. Bimbingan dan konseling bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah. Mereka sebagai teamwork yang terlibat dalam proses bimbingan dan konseling. 5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan dan konseling mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasehat kepada individu, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan individu diarahkan oleh tujuannya, sedangkan bimbingan dan konseling memfasilitasi individu untuk mempertimbang- kan, menyesuaikan diri dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan (Jones, 1970). Tujuan utama pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah mengembangkan kemampuan individu untuk mengatasi masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian layanan bimbingan dan konseling tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga dalam lingkungan keluarga, perusahaan atau industri, lembaga-lembaga pemerintah atau swasta dan masyarakat pada umumnya. Bidang layanan bimbingan dan konselingpun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan dan pekerjaan. Petters dan Farwell mencatat 18 prinsip khusus bimbingan dan konseling di lingkungan sekolah, yaitu sebagai berikut : 1. Bimbingan dan konseling ditujukan bagi semua siswa. 2. Bimbingan dan konseling membantu perkembangan siswa kearah kematangan. 3. Bimbingan dan konseling merupakan proses layanan bantuan kepada siswa yang berkelanjutan dan terintegrasi.
4. Bimbingan dan konseling menekankan berkembangnya potensi siswa secara maksimum. 5. Guru merupakan co fungsionaris dalam proses bimbingan dan konseling. 6. Konselor merupakan co fungsionaris utama dalam proses bimbingan dan konseling. 7. Administrator merupakan co fungsionaris yang mendukung kelancaran proses bimbingan dan konseling. 8. Bimbingan dan konseling bertanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran siswa akan lingkungan (dunia diluar dirinya) dan mempelajarinya secara efektif. 9. Untuk mengimplementasikan berbagai konsep Bimbingan dan konseling diperlukan program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dengan melibatkan pihak administrator, guru dan konselor.
10.Bimbingan dan konseling membantu siswa untuk mengenal, memahami, menerima dan mengembangkan dirinya sendiri. 11.Bimbingan dan konseling berorientasi kepada tujuan. 12.Bimbingan dan konseling menekankan kepada pengambilan keputusan. 13.Bimbingan dan konseling berorientasi masa depan. 14.Bimbingan dan konseling melakukan penilaian secara periodik terhadap perkembangan siswa sebagai seorang pribadi yang utuh. 15.Bimbingan dan konseling cenderung membantu perkembangan siswa secara langsung. 16.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada individu dalam kaitannya dengan perubahan kehidupan sosial budaya yang terjadi. 17.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada pengembangan kekuatan pribadi. 18.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada proses pemberian dorongan.
III. KODE ETIK PROFESI KONSELOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar
Landasan atau dasar Kode Etik Profesi Konselor di Indonesia adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konselor merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia yang bersifat ilmiah dan essensial dalam rangka ikut membina warga negara yang efektif dan bertanggung jawab, dan tuntutan (b)tuntutan profesi mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien esuai dengan norma-norma yang berlaku.
B. Ciri-Ciri Suatu Profesi
Suatu profesi ialah pekerjaan yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan, keterampilan, dan sikap khusus tertentu dan pekerjaan itu diakui oleh masyarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang tersebut. Selanjtnya, keanggotaan dalam profesi menuntut keikutsertaan secara aktif dalam ikatan kegiatan profesi melalui berbagai penelitian dan percobaan, serta usaha-usaha lain untuk pertumbuhan diri dalam profesi selama hidup tanpa mencari keuntu7ngan pribadi.
C. Pengertian Kode Etik Profesi
Kode etik Profesi adalah pola atau ketentuan atau aturan atau tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola ketentuan/aturan/tata cara tersebut seharusnya diikuti oleh setia orang yang berkeinginan untuk ikut serta menjalankan profesi tersebut.
D. Perlunya Kode Etik Profesi
Kode etik profesi diperlukan agar anggota profesi atau konselor dapat tetap menjaga standar mutu dan status profesinya dalam batas-batas yang jelas dengan anggota profesi dan profesi-profesi lainnya, sehingga dapat dihindarkan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan tugas oleh mereka yang tidak langsung berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling. Kode etik konselor ini diperuntukkan bagi para pembimbing atau konselor yang memberikan layanan bimbingan dan konseling , dengan pengertian bahwa layanan bimbingan konseling dapat dibedakan dari bentuk-bentuk layanan profesional lainnya, karena sifat-sifat khas dari layanan profesional bimbingan dan konseling. Profesional lain, yang bukan konselor, mungkin dapat mengambil ilham dari keyakinan-keyakinan yang menjiwai Kode Etik ini.
BAB II KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
Konselor yang tergabung dalam Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi konseling, dan (2) Pengakuan atas kemampuan, dan kewenangan sebagai konselor.
1. Sikap, Pengetahuan, Wawasan, Keterampilan, dan Nilai, a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya layanan mutu profesional. b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhananya, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib, dan hormat. C. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran dan peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini. d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin; kepentingan pribadi; termasuk keuntungan financial dan material tidak diutamakan. e. Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan tas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2. Pengakuan Wewenang Untuk dapat bekerja sebagai konselor atau guru pembimbing, diperlukan pengakuan keahlian dan kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepada organisasi profesi tersebut oleh pemerintah.
B. Informasi, testing, dan riset
1. Penyimpanan dan penggunaan informasi

Catatan tentang klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lainnya, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien dirahasiakan.
Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi yang lain, membutuhkan persetujuan klien.
Penggunaan informasi tentang klien dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
2. Testing a. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud. b. Testing diperlukan apabila proses pemberian layanan memerlukan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, minat, bakat khusus dan kecendrungan pribadi seseorang . c. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh baik melalui klien sendiri ataupun dari sunber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf dengan data dan informasi lain tentang klien. e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya. f. Penggunaan suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan. g. Data hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan atau layanan kepada klien dan tidak merugikan klien.
3. Riset a. Dalam melakukan riset, dimana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subjek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subjek yang bersangkutan. b. Dalam melaporkan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subjek, harus dijaga agar identitas subjek dirahasiakan.
C. Proses Layanan
1. Hubungan dalam pemberian layanan
Kewajiban konselor haru menangani klien berlangsung selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor. Kewajiban itu berakhir jika hubungan konseling berakhir dalam arti, klien mengakhiri hubungan kerja dengan konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor .
Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil yang kongkret. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.
2. Hubungan dan klien a. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien. b. Konselor harus menempatkan kepentingan, kliennya diatas kepentingan pribadinya. Demikian pun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya. c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor harus tidak mengadakan perbedaan klien tas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial ekonomi. d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak akan mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin diri orang yang bersangkutan.
e. Konselor bebas memilih siapa yang akan diberi bantuan kepada seseorang, akan tetapi ia harus memperhatikan setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banyak orang yang menghendaki. f. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya tau orang yang bertanggung jawab kepadanya. g. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab terhadap klien. h. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan dan rekan-rekan sejawat. 1. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan adalah kepentingan klien.
2 Apabila timbul masalah antara kesetiaan antara klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah ia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya. i. Konselor tidak akan memberikan hubungan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, apabila hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
D. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan Sejawat atau ahli lain.
1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawat se lingkungan seprofesi. Untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari klien.
2. Alih tangan tugas Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seseorang klien apabila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan keahlian maupun keterbatasan pribadinya. Dalam hal ini konselor mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus dasar persetujuan klien. Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai keahlian khusus. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak pergi kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan yang sudah ada mau diteruskan lagi.
BAB III HUBUNGAN KELEMBAGAAN
A. Prinsip Umum
Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpanan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan klien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan
Apabila konselor bertindak sebagai konsultas pada suatu lembaga, maka haru ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara di dan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultas, konselor harus tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial.

B. Keterkaitan kelembagaan 1. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya. 2. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga haru dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor haru mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya ia berhak pula mendapat perlindungan dari lembga itu dalam menjalankan profesinya. 3. Setiap konselor yang menjadi anggota staf suatu lembaga berorientasi kepada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain ; pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga itu, maka ia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
BAB IV PRAKTIK MANDIRI DAN LAPORAN KEPADA PIHAK LAIN
A. Konselor Praktik mandiri ( Privat )
Konselor yang berpraktik mandiri ( privat ) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap menaati segenap kode etik jabatannya sebagai konselor, dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan diri dari rekan-rekan seprofesi.
Konselor yang berpraktik mandiri wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari organisasi profesi ( ABKIN ).

B. Laporan Kepada pihak sekolah Apabila konselor perlu melaporkan suatu hal tentang klien kepada pihak lain ( misalnya : pimpinan lembaga tempat ia bekerja ) ,atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan diluar profesinya dan ia harus juga memberikan informasi itu ia harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan
BAB V KETAATAN PROFESI
A. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai konselor, konselor harus selalu mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sebagaimana dicantumkan dalam kode etik ini dan semuanya itu sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud untuk mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien ataupun menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.

B. Pelanggaran kode etik
1. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya tidak melanggar kode etik ini. 2. Konselor harus senantiasa mengingat bahwa pelanggaran terhadap kode etik ini akan merugikan mutu proses dan hasil layanan yang diberikan, merugikan klien, lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait, serta merugikan diri konselor sendiri dan profesinya. 3. Pelanggaran terhadap kode etik ini akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
TUGAS : Masing Kelompok coba analisis kode Etik Profesi Bimbingan konseling yang ada dan berikan tanggapan serta saran anda untuk penyempurnaan kode etik dimaksud.

TAHAP-TAHAP PROSES ADAPTASI

TAHAP-TAHAP PROSES ADAPTASI

A. Adaptif
Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk dapat hidup eksis ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan. Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan kearah yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif. Seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang. Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu, gelisah, cemas, kecewa, frustasi, pertentangan (conflict), dsb. Penyesuaian diri seseorang dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis kelamin, umur, motivasi, pengalam, serta kemampuan dalam mengatasi masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu Frustasi dan konflik.

a. Frustasi
Ada beberapa faktor penyebab frustasi. Pada umumnya frustasi dapat disebabkan karena: (1) Tertundanya pencapaian tujuan seseorang untuk sementara, atau untuk waktu yang tidak menentu. (2) Sesuatu yang menghambat apa yang sedang dilakukan. Faktor penghambat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor interen dan faktor eksteren. Faktor interen yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Contoh faktor interen yaitu keadaan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor eksteren yaitu semua faktor yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

b. Konflik
Konflik (pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan yang harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa contoh lain untuk situasi konflik adalah sebagai berikut.
1. Approach-approach : Berhadapan dengan 2 pilihan yang menarik.
2. Avoidance-avoidance : Berhadapan dengan 2 pilihan yang tidak diinginkan.
3. Approach-avoidance : Satu pilihan menyenangkan dan satu pilihan tidak me-
nyenangkan.
4. Double approach avoidance conflict : banyak konflik, dan sebagainya
Dalam menghadapi frustasi dan/atau konflik, seseorang hendaknya memiliki kemampuan (kecakapan) untuk menganalisis setiap stimulus. Dengan kecakapan yang dimiliki ia akan dapat menyelesaikan masalahnya. Analisis dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana (ringan) menuju yang kompleks (berat). Dengan demikian secara bertahap pula akan ditemukan keseimbangan. Hal ini dapat dilakukan dengan penuh kesabaran. Frustasi dan/atau konflik dapat diseimbangkan dengan berbagai cara. Trial and error (mencoba dan salah) merupakan salah satu cara yang dapat membentuk ‘kebiasaan’ dan ‘mekanisme’. Ada bermacam-macam mekanisme penyesuaian yang dapat dijadikan rambu-rambu sebagai berikut.
1. Agresi: yaitu menyerang obyek frustasi untuk mendapatkan kepuasan.
2. Menarik diri: yaitu menarik atau undur diri dari permasalahan.
3. Mimpi siang hari: yaitu untuk mencapai kepuasan dengan berkhayal.
4. Regresi: merupakan reaksi terhadap frustasi dan nampak pada anak-anak.
5. Rasionalisasi: yaitu pembebasan atas suatu perilaku, bisa disebabkan oleh alasan yang sebenarnya dari perilaku itu tidak diterima oleh masyarakat. Bentuk rasionalisasi: Sougrapes, sweet lemon, kambing hitam.
6. Represi: situasi yang menimbulkan rasa bersalah ketakutan dsb. Lebih baik dilupakan
7. Identifikasi: mendapatkan rasa harga diri dengan menempatkan diri pada tokoh yang dikagumi. Identifikasi dapat terjadi pada kelompok/lembaga yang bisa menjadi kebanggaannya, dapat juga di sekolah-sekolah.
8. Konpensasi: konpensasi dapat bersifat positif atau negatif.
9. Reaksi konversi: karena terjadi konversi ketegangan emosi kesan dari psikologis. Seseorang yang tidak bisa mengatasi konfliknya mencoba mengatasi dengan sakit kepala, sakit perut, dll.

B. Maladaptif

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya maladaptif: (a) Sensitif terhadap kritik: Individu tidak bias merespon secara positif terhadap koreksi, juga tidak dapat mengkritisi diri sendiri. (b) Tidak mampu kompetisi: Individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat dikalahkan.

7 Alasan Pokok Kegagalan Seorang Pemimpin

7 Alasan Pokok Kegagalan Seorang Pemimpin

1. Tidak sensitive, tidak peduli, suka melakukan intimidasi, omong besar

2. Dingin, menjaga jarak, dan arogan

3. Mengkhianati kepercayaan pribadi

4. Terlalu ambisius, egoistic, bermain politik, mementingkan diri sendiri

5. Mempunyai masalah kinerja dengan dunia bisnis

6. Tidak mampu mendelegasikan dan membangun tim kerja

7. Tidak mampu memilih bawahan yang tepat.

Marah Yang Sehat....

Setiap orang pasti pernah marah, karena marah adalah hal yang manusiawi. Namun marah terkadang menimbulkan situasi yang serba salah. Jika kita melampiaskan amarah, kita bisa terserang penyakit, begitu juga jika kita menahan marah, penyakit yang lain juga mengancam. Berbagai macam cara orang-orang menunjukkan amarahnya, ada yang berteriak-teriak, ada dengan diam, ada dengan tangis, ada juga dengan tertawa, dan lain-lain.
Mengapa orang mudah sekali kena penyakit marah ?....... Karena di dalam darah orang yang marah terkandung banyak hormone adrenalin, hormone yang diproduksi oleh kelenjar adrenal ini akan dilepaskan ke dalam darah ketika ada rangsangan emosi. Akibatnya adalah denyut jantung akan bertambah cepat dan tekanan darah meninggi, keadaan ini yang mengakibatkan penyakit mudah datang.
Amarah terbagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Purposeful yaitu marah yang disengaja
2. Spontan yaitu marah yang dilakukan secara tiba-tiba
3. Konstruktif yaitu marah yang disertai dengan ancaman terhadap orang lain
4. Destruktif yaitu marah yang ditumbuhkan tanpa rasa bersalah
Namun, problem yang bakal terjadi bukanlah terletak pada marah yang bagaimana yang akan dilakukan tetapi bagaimana cara untuk mengelola marah itu sendiri. Ada 4 langkah di dalam pengelolaan marah yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kesalahan sikap dan pendirian yang mempengaruhi kita untuk marah secara berlebihan. Begitu masalah ini diperbaiki, kita bakal lebih mudah untuk mengendalikannya.
2. Mengidentifikasi factor-faktor dari masa kecil kita yang menghambat kemampuan kita mengekspresikan amarah. Faktor-faktor ini termasuk ketakutan, penolakan, dan ketidaktahuan.
3. Mempelajari cara tepat untuk mengekspresikan kemarahan sehingga kita tetap dapat menguasai situasi yang menimbulkan kemarahan itu, bahkan secara lebih efektif.
4. Menutup luka-;uka yang mungkin tertinggal oleh pengaruh emosional dari kemarahan yang menghancurkan.
Selain itu juga, ada hal-hal yang harus dihindari atau menjadi pantangan apabila kita marah yaitu :
1. Pengelakan
2. Pemendaman
3. Pengalihan
4. Pengekspresian tak langsung
Marah adalah hal yangmanusiawi, meskipun berbahaya untuk kesehatan namun ternyata marah dapat kita kelola dengan baik sehingga pelepasan emosipun dapat bisa tetap dilakukan tanpa perlu melampiaskannya ke hal-hal yang negative.

MULTIPLE INTELLIGENCES


MULTIPLE INTELLIGENCES

KECERDASAN MENURUT HOWARD GARDNER

A. Howard Gardner dan Pengertian Kecerdasan?
Howard Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengan keinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan Jean Piaget. Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan pada tahun 1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan. Kecerdasan kata Gardner, merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.
Kita bisa mencontohkan apakah Einstein akan sukses seperti itu bila dia masuk di Jurusan Biologi atau belajar main bola dan Musik…jelas masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planc, Stephen Howking, Newton adalah jenius-jenius, tetapi bab olah-raga maka Zidane, Jordane, Maradona adalah jenius-jenius dilapangan, juga Mozart, Bach adalah jenius-jenius dimusik. Dst..dst…juga Thoman A. Edison adalah jenius lain, demikian juga dengan para sutradara film, bagaimana mereka mampu membayangkan harus disyuting bagian ini, kemudian setelah itu, adegan ini, ini yang mesti keluar dengan pakaian jenis ini, latar suara ini, dan bahkan dialog seperti itu, ini adalah jenius-jenius bentuk lain. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.
Intellegence (Kecerdasan) katanya adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata (Gardner; 1983;1993).

B. DULU TUNGGAL, KINI MULTI
Intelligence Adalah Keseluruhan Kemampuan Indifidu Untuk Berfikir Dan BertindakSecara Terarah,Serta Mengolah Dan Menguasai Lingkungan Secara Efektif (Marthen Pali,1993). Konsep Intelegensi Awalnya Dirintis Oleh Alfred Bined 1964, Mempercayai Bahwa Kecerdasan Itu Bersifat Tunggal Dan Dapat Diukur Dalam Satu Angka.
Dulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang bersifat tunggal, yakni dalam suatu IQ
( intellegence qountient) seperti yang kita kenal. Dampak negatif dari persepsi ini adalah siswa yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya “,yakni matematik dan verbal (kata-kata) seakan tidak dihargai di sekolah dan masyarakat luas. Kini tradisi yang sudah berlangsung hampir seabad tersebut,telah ditemukan ternyata kecerdasan manusia banyak rumpunnya. Kecerdasan itu multidimensional, banyak cabangnya. Jadi tidak ada siswa yang bodoh, setiap siswa punya rumpun kecerdasan!



Multiple intelegencies = Kecerdasan Ganda meliputi;
1. Intelegensi Linguistik
2. Intelegensi matematis-Logis
3. Intelegensi Ruang-Spasial
4. Intelegensi Kinestetik-badani
5. Intelegensi Musik
6. Intelegensi Interpersonal
7. Intelegensi Intrapersonal
8. Intelegensi lingkungan/Naturalis (Perkembangan selanjutnya dari 7)
9. Intelegensi eksistensial (Perkembangan lebih lanjut dari 8)

Awal dalam bukunya, hanya 7 kecerdasan, tetapi dikemudian hari dan sampai sekarang berkembang menjadi 8, 9 bahkan terakhir katanya 10 kecerdasan. Kekurangan atau problem, tapi juga mungkin kelebihan, dari teori kecerdasan ganda adalah, kecerdasan ini bisa berkembang terus, sebab tergantung syarat yang bisa dipenuhinya. Gardner (dalam Frame of Mind: The Theory of multiple Intelligences; 1985) menyatakan; “kecerdasan kandidat” dalam modelnya “lebih menyerupai pertimbangan artistic ketimbang penaksiran ilmiah” (hal 63). Dengan demikian, kecerdasan tambahan sebanyak apapun bisa dimasukkan kedalam model Gardner, karena menurutnya: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada, daftar kecerdasan manusia yang tidak terbantahkan dan diterima secara universal….kita bisa lebih mendekati tujuan itu jika kita berpegang hanya pada satu tingkat analisis (misalnya neurofisiologis)….” (hal 60). (Barbara K. Given, “Brain-Based Teaching”, hal 75).
Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya; Empat diantaranya adalah;
1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan  misal matematika jelas ada lambang, Musik ada lambing (not dll), kinestetik ada lambing atau irama gerak dst, lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dll.
2. Setiap Kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan  artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanan, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup, dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan menuanya seseorang. Kecerdasan paling awal muncul adalah Musik lalu Logis-Matematis.
3. Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat
kerusakan atau cedera pada wilayah otak
tertentu. Misal orang dengan kerusakan
pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak
mampu berbicara atau menulis dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang yang lobus Temporalnya kanan yang rusak, mungkin mengalami kesulitan dibidang music tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus oksipital belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau mengamati detail visual. (Thomas Amstrong, 1999, hal 8).
Kecerdasan linguistic ada pada belahan otak kiri, sementara music, spatial dan antarpribadi cenderung di belahan otak kanan. Kinestetik-jasmani menyangkut kortek motor, ganglia basal, dan serebellum (otak kecil). Lobus frontal mengambil peran penting pada kecerdasan intrapribadi (intrapersonal).
4. Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya.  Artinya tidak harus matematis-logis yang penting atau Spatial atau Musik atau…atau tergantung budaya masing-masing missal ada kemampun naik kuda, melacak jejak dll dalam budaya tertentu itu sangat-sangat penting dst.

Inilah empat syarat yang diberikan oleh Howard Gardner, makanya teorinya berkembang dari 7 Kecerdasan (Linguistik, Logis-Matematis, Musik, Spatial-Visual, Kenestetik, Intrerpersonal dan intrapersonal) Menjadi 9 (tambahan 2 yaitu; Naturalis dan terbaru Eksistensialis).
Adalah menarik sebagai contoh; bagaimana anda menghafal nomor telpon? Apakah anda mengulang-ngulang nomor tadi sebelum menelpon (ini berarti anda menggunakan teknik Liguistik) atau anda menbayangkan pola tombol yang harus anda tekan dalam pola peletakan tombol angka-angka (menggunakan metode Spatial-Visual) atau malah anda mengingat-ingat nada khas tiap-tiap angka (strategi Musikal).

C. Perincian Kecerdasan Majemuk
Sembilan Jenis Kecerdasan
Jenis kecerdasan pertama, kecerdasan linguistik, adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis pemikiran inilah yang menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odyssey karya Homerus, dan Kisah Seribu Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargu-mentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka senang bermain-main de¬ngan bunyi bahasa melalui teka-teki kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Bisa jadi mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas.
Jenis kecerdasan kedua, Logis-matematis, adalah kecerdasan dalam hal angka dan hgika. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Newton menggunakan kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian pula dengan Einstein ketika ia menyu-sun teori relativitasnya. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-mate-matis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
Kecerdasan Spasial adalah jenis kecerdasan yang ketiga, mencakup bapikir dalam gambar, serta kemampuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi.
Kecerdasan keempat, kinestetik-jasmani, adalah kecerdasan fisik. Kecer¬dasan ini mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan kete-rampilan dalam menangani benda. Atlet, pengrajin, montir, dan ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat tinggi. De¬mikian pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai "Little Tramp". Orang dengan ke¬cerdasan fisik memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.
Kecerdasan musikal adalah jenis kecerdasan kelima. Ciri utama kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brahms, dan juga pemain gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, se-muanya mempunyai kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.
Kecerdasan keenam adalah kecerdasan Interpersonal. Ini adalah ke¬mampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Ke¬cerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan tang-gap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Direk-tur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik seperti Machiavelli. Namun, mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.
Kecerdasan Ketujuh adalah kecerdasan Intrapersonal atau kecer¬dasan dalam diri sendiri. Orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang yang mempunyai kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan wirau-sahawan. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam. Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan, dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang yang gemar bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain. (Armstrong: 1999: 3-6)
Kecerdasan kedelapan, Kecerdasan Naturalis (Lingkungan). Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam.
Orang yang punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan kla-sifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemam¬puan mengenal sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan hidup. Salah satu contoh orang yang mungkin punya inteligensi lingkungan tinggi adalah Charles Darwin. Kemampuan Dar¬win untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi serangga, burung, ikan, mamalia, membantunya mengembangkan teori evolusi.
Inteligensi lingkungan masih dalam penelitian lebih lanjut karena masih ada yang merasa bahwa inteligensi ini sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun, Gardner berpendapat bahwa inteligensi ini memang berbeda dengan inteligensi matematis-logis.
Kecerdasan kesembilan, Kecerdasan Eksistensial, intelegensi ini menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang ter¬dalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas, Descartes, Kant, Sartre, Nietzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensial tinggi.
Anak yang menonjol dengan inteligensi eksistensial akan mempersoalkan keberadaannya di tengah alam raya yang besar ini. Mengapa kita ada di sini? Apa peran kita dalam dunia yang besar ini? Mengapa aku ada di sekolah, di tengah teman-teman, untuk apa ini semua? Anak yang menonjol di sini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang, termasuk gurunya sendiri. Misalnya, tiba-tiba ia bertanya, "Apa manusia semua akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?"
Ingatlah bahwa meskipun Anda merasa sangat cocok dengan salah satu atau dua definisi di atas, sebenarnya Anda mempunyai semua ke¬cerdasan itu. Tambahan lagi, setiap manusia normal dapat mengem-bangkan ketujuh jenis kemampuan itu sampai ke tingkat penguasaan tertentu. Setiap pribadi adalah unik, sebagaimana ketujuh/Delapan/Sembilan kecerdasan itu memperlihatkan bentuknya dalam kehidupan kita. Jarang sekali ada orang yang dapat mencapai tingkat penguasaan yang tinggi dalam enam, tujuh atau delapan kecerdasan tersebut. Ibn Sina atau Al Kindi mungkin beberapa orang dengan kecerdasan yang sangat banyak. Ia Dokter ulung, filosof, ahli bahasa, Negarawan, penulis dll, Al Kindi juga Dokter, Pemusik handal (konon katanya ia menyembuhkan penyakit orang dengan music), Filosof, penulis, penerjemah dengan penguasaan berbagai bahasa, dan pemilik kebun-binatang yang cukup luas dan lengkap. Rudolf Steiner, pemikir Jerman awal abad ke-20 juga. Ia adalah filsuf, penulis, dan ilmuwan. Ia juga menciptakan sistem dansa, teori warna, dan sistem berkebun, sekaligus pematung, ahli teori sosial, dan arsitek.

KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)
Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).

Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.
Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Mengenali emosi diri
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
2. Mengelola emosi
Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.


3. Memotivasi diri
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
4. Mengenali emosi orang lain
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
5. Membina hubungan dengan orang lain
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.

DAFTAR PUSTAKA
Judul : howard gardner, multiple intelligences and education
Alamat : http://www.infed.org/thinkers/gardner.htm.
Penulis : Mark K. Smith
Waktu Akses : 2 Mei 2010
Judul : howard gardner's multiple intelligences
Alamat : http://www.businessballs.com.
Penulis : Mark K. Smith
Waktu Akses : 2 Mei 2010

Judul : multiple intelegences kecerdasan menurut howard gardner & implementasinya (strategi pengajaran di kelas)
Alamat : http://www.yapibangil.org
Penulis : Muhammad alwi, SE, MM
Waktu Akses : 2 Mei 2010

Judul : kecerdasan majemuk (multiple intellegensi) by howard gardner
Alamat : http://www.wechubbyfamily.blogspot.com.
Penulis : wechubbyfamily
Waktu Akses : 2 Mei 2010

Judul : multiple intelligensi
Alamat : http://www.wyethindonesia.com.
Penulis : wyethindonesia
Waktu Akses : 2 Mei 2010

Strategi Pengembangan Pembelajaran Berbasis TIK

Strategi Pengembangan Pembelajaran Berbasis TIK
Disusun Oleh
ABDU RAHMAN 0905136213
ASNAWIR 0905136218
NURMIATI, B. 0905136231
R A H M A N 0905136234
SABUR MUIS 0905136235
PAULUS MISI 0905136233

Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara berpopulasi tertinggi ke-4 tentunya memiliki tantangan yang nyaris yang sama dengan negara China dan India. Problem kesehatan dan pendidikan selalu dijadikan parameter untuk mengukur kesejahteraan rakyat di suatu Negara. Indonesia dengan populasi 247 juta dimana diantaranya terdapat 51 juta siswa dan 2,7 juta guru di lebih dari 293.000 sekolah, serta 300.000 dosen di lebih dari 2.700 perguruan tinggi yang tersebar di 17.508 pulau, 33 provinsi, 461 kabupaten/kota, 5.263 Kecamatan, dan 62.806 desa. Tentunya juga memiliki tantangan khusus di bidang pendidikan. Beberapa tantangan diantaranya adalah: masih banyaknya anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan dasar 9 tahun: angka partisipasi anak berusia sekolah 7-12 tahun untuk bersekolah masih dibawah 80% (APK SMP 85,22 dan APK SMA 52,2).

Tantangan berikutnya adalah (1) tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah (sebagai contoh: tidak semua sekolah memiliki saluran telepon, apalagi koneksi internet): Kota vs Desa/Daerah Terpencil/Daerah Perbatasan, Indonesia Barat vs Indonesia Timur. (2) Tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah yang ditandai dengan tingkat kelulusan UN yang masih rendah, demikian pula nilai UN yang diperoleh siswa. (3) Rendahnya kualitas kompetensi tenaga pengajar, dimana dari jumlah guru yang ada 2.692.217, ternyata yang memenuhi persyaratan (tersertifikasi) hanya 727.381 orang atau baru 27% dari total jumlah guru di Indonesia. Dan yang tidak kalah penting adalah (4) rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah yang telah memiliki fasilitas TIK (utilitas rendah), disisi lain tidak semua sekolah mempunyai sarana TIK yang memadai.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut :
tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah
Tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah yang ditandai dengan tingkat kelulusan UN yang masih rendah, demikian pula nilai UN yang diperoleh siswa
Rendahnya kualitas kompetensi tenaga pengajar
rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah yang telah memiliki fasilitas TIK (utilitas rendah), disisi lain tidak semua sekolah mempunyai sarana TIK yang memadai


Pemecahan Masalah
Point 1
Pembiayaan dari pemerintah
Letak geografis
Transportasi
Point 1
Latar Belakang orangtua
Latang Belakang Ekonomi
Latar Belakang Budaya
Point 3
Memberikan pelatihan kepada tenaga pengajar tentang penggunaan dan pemanfaatan TIK
-Kurangnya minat tenaga pengajar untuk mempelajari TIK dengan alasan bukan bidangnya
Tidak adanya tenaga pengajar TIK yang khusus ( spesialisasi )


Point 4
TIK sebagai Gudang Ilmu Pengetahuan
Referensi Ilmu Pengetahuan Terkini, Manajemen Pengetahuan, Jaringan Pakar Beragam Bidang Ilmu, Jaringan Antar Institusi Pendidikan, Pusat Pengembangan Materi Ajar, Wahana Pengembangan Kurikulum, dan Komunitas Perbandingan Standar Kompetensi
TIK sebagai Alat bantu Pembelajaran
(1) TIK sebagai alat bantu guru yang meliputi: Animasi Peristiwa, Alat Uji Siswa, Sumber Referensi Ajar, Evaluasi Kinerja Siswa, Simulasi Kasus, Alat Peraga Visual, dan Media Komunikasi Antar Guru. Kemudian (2) TIK sebagai Alat Bantu Interaksi Guru-Siswa yang meliputi: Komunikasi Guru-Siswa, Kolaborasi Kelompok Studi, dan Manajemen Kelas Terpadu. Sedangkan (3) TIK sebagai Alat Bantu Siswa meliputi: Buku Interaktif , Belajar Mandiri, Latihan Soal, Media Illustrasi, Simulasi Pelajaran, Alat Karya Siswa, dan media Komunikasi Antar Siswa.


TIK sebagai Fasilitas Pembelajaran
di dalam kelompok ini TIK dapat dimanfaatkan sebagai: Perpustakaan Elektronik, Kelas Virtual, Aplikasi Multimedia, Kelas Teater Multimedia, Kelas Jarak Jauh, Papan Elektronik Sekolah, Alat Ajar Multi-Intelejensia, Pojok Internet, dan Komunikasi Kolaborasi Kooperasi (Intranet Sekolah)
TIK sebagai Infrastruktur Pembelajaran
Ragam Teknologi Kanal Distribusi, Ragam Aplikasi dan Perangkat Lunak, Bahasa Pemrograman, Sistem Basis Data, Komputer Personal, Alat-Alat Digital, Sistem Operasi, Sistem Jaringan dan Komunikasi Data, dan Infrastruktur Teknologi Informasi (Media Transmisi)

KESIMPULAN
Berangkat dari optimalisasi pemanfaatan TIK untuk pembelajaran tersebut kita berharap hal ini akan memberi sumbangsih besar dalam peningkatan kualitas SDM Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Masyarakat yang tangguh karena memiliki kecakapan: (1) ICT and media literacy skills), (2) critical thinking skills, (3) problem-solving skills, (4) effective communication skills, dan (5) collaborative skills yang diperlukan untuk mengatasi setiap permasalahan dan tantangan hidupnya.
Referensi
www.e-dukasi.net